MELIHAT TRAGEDI KANJURUHAN DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

0
David Nugraha Saputra

 Penulis Adalah DAVID NUGRAHA SAPUTRA, SH., MH. MERUPAKAN Dosen Hukum Pidana di Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dan Pecinta Sepakbola

BBO, SERANG – Sepak bola adalah salah satu olahraga paling populer bagi rakyat Indonesia. Dimana para pecinta sepak bola akan berusaha menyaksikan pertandingan secara langsung di stadion ketika tim kesayangannya bertanding, minimal mereka akan menyaksikan melalui saluran televisi. Ada beberapa pertandingan di Liga Indonesia (BRI Liga 1) yang merupakan pertandingan besar yang syarat gengsi, seperti Persija VS Persib, Arema vs Persebaya, PSIS vs Persijap Jepara , dimana pertandingan tersebut tentunya akan menyedot perhatian masyarakat sekitar bahkan menyita perhatian pecinta sepak bola tanah air. Pertandingan-pertandingan tersebut tentunya memiliki High Risk atau potensi besar menyebabkan kerusuhan. Banyak sekali tragedi kerusuhan atau kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya suporter tanah air.

Dan baru saja Indonesia dikejutkan dengan kabar tragedi Kanjuruhan yang mengakibatkan korban meninggal sampai saat penulis membuat artikel ini berjumlah 129 jiwa yang didapat dari berbagai sumber media online dan berita televisi. Setelah selesai pertandingan Liga 1 antara Arema dan Persebaya yang berakhir untuk kemenangan tim tamu Persebaya Surabaya, yang kemudian para suporter pendukung Arema yang merasa kecewa berusaha masuk ke lapangan  dan mendekati official dan team kesayangannya, yang kemudian menurut berbagai sumber, supporter tersebut dianggap melakukan tindakan anarkis yang kemudian memaksa pihak kepolisian menembakkan gas air mata untuk mengurai dan mencegah oknum suporter untuk masuk ke lapangan, sehingga menyebabkan keadaan menjadi kacau, banyak penonton lainnya berdesak-desakan untuk menuju pintu keluar atau sekedar menyelamatkan diri atau menghindar dari gas air mata tersebut sehingga tentunya banyak suporter yang terinjak injak dan kekurangan oksigen yang kemudian menyebabkan kematian. Bahkan menurut cerita dari pemain Arema FC ada beberapa yang meninggal langsung di hadapan para pemain.

Sungguh Kita sebagai pecinta sepak bola tanah air sangat menyayangkan peristiwa tersebut terjadi. Yang mana ini adalah salah satu tragedi terbesar sepanjang sejarah sepak bola yang dengan angka kematian tertinggi  sebanyak 129 jiwa , dan tentunya angka tersebut bisa terus bertambah mengingat masih banyak korban yang sedang dirawat di berbagai rumah sakit sekitar Malang. Namun tentunya penulis berharap mereka yang saat ini masih dirawat bias segera pulih dan bisa segera kembali ke rumahnya masing-masing.
Penulis tidak ingin terlalu membahas apa yang menyebabkan peristiwa tersebut terjadi , dan penulis juga tidak ingin menyalahkan suporter yang masuk ke lapangan atau menghakimi oknum polisi yang telah menembakan gas air mata.

Yang ingin penulis tekankan disini adalah apakah ada peristiwa pidana atau perbuatan melawan hukum terkait tragedi di Kanjuruhan tersebut dan penulis ingin memfokuskan kepada : perbuatan atau tindakan pengamanan yang dilakukan oleh kepolisian dengan cara menembakkan gas air mata kepada ke suporter yang turun ke lapangan dan ke tribun.

Siapakah yang bertanggung jawab atas meninggalnya 129 orang tersebut?

Menurut penulis harus ada orang atau pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, bukankah Indonesia adalah Negara Hukum sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 1 Ayat 3 dengan UUD 1945, maka sudah sepantasnya bagi siapapun yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum harus mendapatkan hukuman dalam hal ini adalah pemberian Pidana. Terlebih perbuatan Penembakan Gas air mata menyebabkan kepanikan, sehingga menimbulkan orang berhimpit-himpitan untuk bisa keluar di pintu yang sama, sehingga mereka kekurangan oksigen dan bahkan terinjak-injak sehingga meninggal. Timbul pertanyaan apakah ada unsur perbuatan tindak pidana bagi aparat kepolisian yang telah menembakkan gas air mata sehingga menyebabkan kematian seseorang.

Menurut Penulis pasal yang bisa dijerat bagi pelaku adalah pasal 359 KUHP, yang berbunyi : “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”. Dan Pasal 360 KUHP ayat (1) dan (2), yang berbunyi :
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapatkan luka-luka berat,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Pada praktiknya Pasal ini seringkali digunakan untuk menjerat Supir terhadap Kecelakaan Lalu Lintas yang diakibatkan kelalaiannya atau kealpaanya di dalam mengendarai mobil atau kendaraan sehingga menyebabkan luka berat atau bahkan hilangnya nyawa seseorang.

Dan untuk tragedi Kanjuruhan ini ada harapan keadilan dapat diwujudkan, pada tanggal 3 Oktober malam harinya Polri membuat semacam konferensi Pers yang mengatakan bahwa Kapolres Malang dinonaktifkan, dan Kapolda Jatim melakukan penonaktifkan 9 komandan Brimob Dan mengatakan bahwa Proses Pemeriksaan telah naik statusnya dari Penyelidikan menjadi Penyidikan, 28 anggota kepolisian diduga melanggar Kode Etik Kepolisian.

Tentu kita harus memberikan apresiasi dengan langkah cepat yang diambil oleh Kapolri sesuai dengan arahan bapak Presiden untuk segera menangani dan mengusut tuntas kasus tersebut.

Mari bersama-sama kita tunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Investigasi Kepolisian yang telah dibentuk untuk mengusut tragedi meninggalnya 129 jiwa. Dan kita harapkan bagi siapa saja yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum baik itu disengaja ataupun karena kealpaan diproses hukum dan apabila terbukti maka harus dihukum dengan seadil-adilnya demi tercapainya Kepastian Hukum dan keadilan bagi masyarakat.

Sebelum penulis akhiri, ijinkan penulis untuk mengucapkan turut  berduka cita atas meninggalnya 129 Korban Tragedi Kanjuruhan, semoga Amal Ibadahnya diterima di sisi ALLAH S.W.T dan Dosa-dosanya diampuni. Aaamiin Allahumma Aamiin. (CJ)

Tinggalkan komentar